Wednesday, March 30, 2005

Nasution

Nasution adalah salah satu marga yang berasal dari Tapanuli Selatan, di daerah Sumatera Utara. Sejarah kelahiran ini tergolong unik, jumlah populasinya tidak sebesar marga-marga lainnya dari daerah Sumut. Karena jumlah kami baru 13-15 generasi banyaknya. Perkiraan awalnyapun baru sekitar 400-600 tahun umur dari marga ini.

Secara Anthropology, masyarakat Batak tempo dulu hingga sekarang amat sangat keras dan fanatik akan arti dari sebuah marga. Adalah suatu kebesaran dan kebanggaan apabila sesorang menyandang sebuah marga dari daerah Batak. Walau pada masa sekarang-sekarang ini, tingkat fanatisme-nya sudah melembek karena adanya faktor agama, keterbukaan, dan teknologi.

Pada sekitar 400-600 tahun lalu, gelombang migrasi dari antar pulau maupun negara telah terjadi di daerah Tapsel, hampir seratus masyarakat Cina datang untuk mengadu nasib di daerah tersebut, mereka mendarat di hulu sungai yang mereka beri nama Sungai Singkuang, yang berarti "Perlabuhan Baru". Tidak hanya bangsa Cina, beberapa masyarakat India, Arab, dan suku Bugis, walau jumlahnya tidak sebesar masyarakat Cina yang datang ke daerah Tapsel, pun ikut berusaha mengadu nasib di sana.

Tetapi karena adat yang telah lama dibina oleh warga Batak di sana membuat mereka cukup sulit untuk mendapatkan sesuatu. Masyarakat suku Batak, tidak mentolerir mereka-mereka yang tidak memiliki marga Batak. Sehingga tidak ada yang mau berdagang dengan mereka, tidak ada yang mau mengawini anak mereka dengan mereka yang pendatang, dsb.

Sehingga datang pada suatu masa, seorang laki-laki yang terkenal sakti, karena pada masa lalu Nusantara terkenal dengan penduduknya yang kaya akan kemampuan mistis, tenaga dalam, dsb. Laki-laki ini sampai sekarang tidak diketahui asalnya, mungkin Aceh, Jambi, Padang, ataupun kepulauan lain, mengajak mereka semua yang ingin sekali menetap agar sama-sama membuat satu marga. Sehingga pada akhirnya Orang Yang Sakti ini pun menciptakan sebuah Marga yang berasal dari kata Yang Sakti, yang bila diartikan ke bahasa Tapanuli Selatan berarti Nasaktion, yang pada suatu masa diubah menjadi Nasution.

Nasution yang berasal dari Mandailing Godang.

Friday, March 04, 2005

Pergi adalah Kembali....

Hari ini telah berpulang seorang Ayahanda dari teman serumah saya. Suasana haru benar-benar terasa di rumah ini, walau kita hanya bertiga, tetapi kita sudah mengenal satu sama lain selama hampir 2 tahun lamanya, maka sudah jelas apabila segala rasa susah dan senang kita selalu rasakan bersama.

Teman saya ini berkebangsaan Yunani, secara nasional agama mereka adalah Nasrani, tetapi teman saya lebih memilih pada atheis. Dimana Tuhan dan hari akhir adalah khayalan belaka bagi mereka. Tetapi jalan pikirin ini, tanpa mengurangi rasa hormat saya, membuat teman saya terjelembab di hari ini, dia tidak mengetahui ke mana Ayahnya pergi di hari ini ? Kapan giliran dia merasakan ketidak jelasan ini ? Susahkah suasana apabila nyawa sudah tidak di kandung badan lagi ?

Rasa kesal, sedih, marah, kecewa, dan tidak merasakan keadilan menghantui perasaannya. Tidak ada doa yang ia kenal, tidak ada budaya atau adat yang ia dapat lakukan. Pada saat menjelang tidur ketika sedang berselimut, dia pasti akan berandai-andai betapa tak bermaknanya hidup itu, betapa terangnya awal dan gelapnya akhir itu. Mereka akan berlomba-lomba menjaga kesehatan mereka, memperkaya diri mereka, dan merasa tidak aman dikala mereka sudah menua.

Apakah betul manusia yang begitu sempurna dibanding makhluk lainnya itu tidak memiliki kesempatan ?

Uang Segalanya ?

Untuk beberapa manusia, uang itu adalah hal utama yang harus dicari, karena dengan semakin banyak jumlah yang didapat, semakin tenang hidupnya, atau perlu semakin mudah hidupnya dan semakin berkelas tingkat sosialnya. Kalau kita berpikir bahwa uang itu untuk mendapatkan hal-hal yang di atas tadi, akan susah hidup kita apabila uang menjauh dari kita, hasrat untuk mendapatkan uang menjadi mengebu-gebu, dan pada akhirnya jalan pintas pun diambil.

These corruptable people, hanya menjadi benalu dan racun di masyarakat, mereka merasa segala masalah yang ada di depan mata dapat terbayar dengan uang semata, baik itu berupa barang yang sudah terbeli atau masih berbentuk uang. Atau dengan kekayaan yang mereka miliki ini, mereka merasa dapat membeli orang lain, membeli kebebasan atau harga diri orang-orang lain.

Segala aspek di dunia ini, baik itu politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dsb, haruslah digabung dengan akhlak dan iman yang tinggi, karena apabila masing-masing berjalan dengan sendiri, kemiringan aspek yang berlarut-larut yang berbuntut pada kekosongan, kebohongan, dan kebodohan pun akan terjadi.

Saya adalah orang bebas, di bawah kitab suci saya, saya terlahir tanpa kekangan apapun dari manusia lainnya, tidak karena selimut yang menghangatkan di malam hari ataupun pasta yang mengenyangkan perut di kala dingin dapat membuat saya ataupun keluarga saya dapat diludahi dan pada akhirnya dibayar dengan materi agar ludah itu mengering di hati kami.